Bismillaah...
Tidak ada perbedaan di kalangan ulama, bahwa shalat gerhana dua raka’at. Hanya
saja, para ulama berbeda pendapat dalam hal tata cara pelaksanaannya. Dalam
masalah ini terdapat dua pendapat yang berbeda.
Pendapat pertama. Imam Mâlik, Syâfi’i, dan Ahmad,
mereka berpendapat bahwa shalat gerhana ialah dua raka’at. Pada setiap raka’at
ada dua kali berdiri, dua kali membaca, dua ruku’ dan dua sujud. Pendapat ini
berdasarkan beberapa hadits, di antaranya hadits Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu
anhuma, ia berkata:
كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ
رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى الرَّسُوْلُ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ والنَّاسُ مَعَهُ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيْلاً نَحْوًا
مِنْ سُوْرَةِ البَقَرَةِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوْعًا طَوِيْلاً ثُمَّ قَامَ قِيَامًا
طَوِيْلاً وَهُوَ دُوْنَ القِيَامِ الأَوَّلِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوْعًا طَوِيْلاً
وَهُوَ دُوْنَ الرُّكُوْعِ الأَوَّلِ .
Telah terjadi gerhana matahari pada zaman Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka beliau shalat dan orang-orang ikut shalat
bersamanya. Beliau berdiri sangat lama (seperti) membaca surat al-Baqarah,
kemudian ruku’ dan sangat lama ruku’nya, lalu berdiri, lama sekali berdirinya
namun berdiri yang kedua lebih pendek dari berdiri yang pertama, kemudian
ruku’, lama sekali ruku’nya namun ruku’ kedua lebih pendek dari ruku’ pertama.
[Muttafaqun ‘alaihi].
Hadits kedua, dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia
berkata:
أَنَّ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّىيَوْمَ خَسَفَتِ الشَّمْسُ فَقَامَ فَكَبَّرَ فَقَرَأَ
قِرَاءَةً طَوِيْلَةً ثُمَّ رَكَعَ رُكُوْعًا طَوِيْلاً ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ
فَقَالَ :سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ،وَقَامَ كَمَا هُوَ، ثُمَّ قَرَأَ
قِرَاءَةً طَوِيْلَةً وَهِيَ أَدْنَى مِنَ القِرَاءَةِ الأُوْلَى ثُمَّ رَكَعَ
رُكُوْعًا طَوِيْلاً وَهِيَ أَدْنَى مِنَ الرَّكْعَةِ الأُوْلَى ثُمَّ سَجَدَ
سُجُوْداً طَوِيْلاً ثُمَّ فَعَلَ فِى الرَّكْعَةِ الآخِرَةِ مِثْلَ ذَلِكَ،ثُمَّ
سَلَّمَ
…
Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah melaksanakan shalat ketika terjadi gerhana matahari. Rasulullah berdiri
kemudian bertakbir kemudian membaca, panjang sekali bacaannya, kemudian ruku’
dan panjang sekali ruku’nya, kemudian mengangkat kepalanya (i’tidal) seraya
mengucapkan: “Sami’allahu liman hamidah,” kemudian berdiri sebagaimana berdiri
yang pertama, kemudian membaca, panjang sekali bacaannya namun bacaan yang
kedua lebih pendek dari bacaan yang pertama, kemudian ruku’ dan panjang sekali
ruku’nya, namun lebih pendek dari ruku’ yang pertama, kemudian sujud, panjang
sekali sujudnya, kemudian dia berbuat pada raka’at yang kedua sebagimana yang
dilakukan pada raka’at pertama, kemudian salam… [Muttafaqun ‘alaihi].
Pendapat kedua. Abu Hanifah berpendapat bahwa shalat
gerhana ialah dua raka’at, dan setiap raka’at satu kali berdiri, satu ruku dan
dua sujud seperti halnya shalat sunnah lainnya. Dalil yang disebutkan Abu
Hanifah dan yang senada dengannya, ialah hadits Abu Bakrah, ia berkata:
خَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ
رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَرَجَ يَجُرُّ رِدَاءَهُ
حَتَّى انْتَهَى إِلَى المَسْجِدِ وَثَابَ النَّاسُ إِلَيْهِ فَصَلَّى بِهِمْ
رَكْتَيْنِ…..
Pernah terjadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka Rasulullah keluar dari rumahnya seraya
menyeret selendangnya sampai akhirnya tiba di masjid. Orang-orang pun ikut
melakukan apa yang dilakukannya, kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam shalat bersama mereka dua raka’at. [HR Bukhâri, an-Nasâ`i].
Dari pendapat di atas, pendapat yang kuat ialah
pendapat pertama (jumhur ulama’), berdasarkan beberapa hadits shahih yang
menjelaskan hal itu. Adapun pendapat Abu Hanifah dan orang-orang yang
sependapat dengannya, bahwasanya riwayat yang mereka sebutkan bersifat mutlak
(umum), sehingga riwayat yang dijadikan dalil oleh jumhur (mayoritas) ulama
adalah muqayyad.[10]
Syaikh al-Albâni rahimahullah berkata:[11] “Ringkas
kata, dalam masalah cara shalat gerhana yang benar ialah dua raka’at, yang pada
setiap raka’at terdapat dua ruku’, sebagaimana diriwayatkan oleh sekelompok
sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan riwayat yang shahih”. Wallahu
a’lam.
Ringkasan tata cara shalat
gerhana sebagai berikut.
1. Bertakbir, membaca doa iftitah, ta’awudz, membaca surat al-Fâtihah, dan membaca surat panjang, seperti al- Baqarah.
2. Ruku’ dengan ruku’ yang panjang.
3. Bangkit dari ruku’ (i’tidal) seraya mengucapkan : سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ
4. Tidak sujud (setelah bangkit dari ruku’), akan tetapi membaca surat al-Fatihah dan surat yang lebih ringan dari yang pertama.
5. Kemudian ruku’ lagi dengan ruku’ yang panjang, hanya saja lebih ringan dari ruku’ yang pertama.
6. Bangkit dari ruku’ (i’tidal) seraya mengucapkan : سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ
7. Kemudian sujud, lalu duduk antara dua sujud, lalu sujud lagi.
8. Kemudian berdiri ke raka’at kedua, dan selanjutnya melakukan seperti yang dilakukan pada raka’at pertama.
1. Bertakbir, membaca doa iftitah, ta’awudz, membaca surat al-Fâtihah, dan membaca surat panjang, seperti al- Baqarah.
2. Ruku’ dengan ruku’ yang panjang.
3. Bangkit dari ruku’ (i’tidal) seraya mengucapkan : سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ
4. Tidak sujud (setelah bangkit dari ruku’), akan tetapi membaca surat al-Fatihah dan surat yang lebih ringan dari yang pertama.
5. Kemudian ruku’ lagi dengan ruku’ yang panjang, hanya saja lebih ringan dari ruku’ yang pertama.
6. Bangkit dari ruku’ (i’tidal) seraya mengucapkan : سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ
7. Kemudian sujud, lalu duduk antara dua sujud, lalu sujud lagi.
8. Kemudian berdiri ke raka’at kedua, dan selanjutnya melakukan seperti yang dilakukan pada raka’at pertama.
Demikan tata cara shalat gerhana yang dapat disampaikan, semoga memberikan manfaat bagi kita semua.
14 Jumadil Awwal 1439H / 31 Januari 2018